Senin, 08 Agustus 2011

JADILAH SAKSI KRISTUS !

( Markus 5 : 1 – 20 )

 Waktu itu terjadi sebuah perdebatan kecil diantara kami, “Apakah perlu ada doa pembuka dan penutup dalam sebuah Liturgi Ibadah Kristiani ?”. Dalam kelompok tersebut saya adalah satu – satunya orang yang berkata tidak perlu, karena memang saya tidak pernah menemukan doa pembuka dan penutup setiap kali mengikuti ibadah di gereja saya. Saya adalah jemaat sebuah GKI (Gereja Kristen Indonesia), sedangkan beberapa rekan mahasiswa jurusan lainnya merupakan jemaat sebuah gereja bercorak Karismatik dan Katolik. Sebagai tugas akhir kelas Apresiasi Musik Gerejawi (AMG), kami diminta secara berkelompok untuk membuat sebuah liturgi ibadah dan kemudian mempresentasikannya di depan kelas.
Tidak heran perdebatan tersebut terjadi, karena kami memang berasal dari gereja dengan corak yang berbeda – beda. Sangat asing sekali ketika saya mensharingkan format liturgi ibadah gereja saya kepada mereka.  Permasalahan yang paling kentara adalah tidak adanya doa pembuka di awal ibadah dan doa penutup di akhir ibadah. Mengapa?
Bagi seorang GKI sejati pasti sangat terbiasa dengan istilah Votum dan Salam, Pengutusan dan Berkat.  Berdasarkan apa yang saya pahami dari penjelasan singkat Pendeta saya pada waktu itu, dikatakan bahwa Ibadah GKI tidak pernah ditutup dengan doa tetapi selalu diakhiri dengan “Pengutusan dan Berkat”. Karena pada dasarnya ibadah umat Tuhan tidak hanya berhenti ketika sebuah kebaktian berakhir, tetapi terus berlanjut dalam kehidupan sehari – hari; bahkan umat diutus oleh Tuhan untuk menjadi saksi - saksi-Nya. Ada keterkaitan antara umat di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang hingga kedatangan-Nya yang kedua kali. Lalu apa artinya menjadi saksi Kristus ? Marilah kita menyimak kisah – kisah berikut ini.

 Misionaris Pertama

Kemudian Yesus dan pengikut – pengikut-Nya sampai di seberang Danau Galilea, di daerah Gerasa. Begitu Yesus turun dari perahu, Ia didatangi seorang laki – laki yang keluar dari gua – gua kuburan.” (Markus 5 : 1 & 2, BIS). Masih ingatkah kita dengan kisah ini ? Kisah tentang Tuhan Yesus yang menyatakan kuasa-Nya dengan menyembuhkan seorang yang kemasukkan roh – roh jahat di Gerasa. Kisah roh – roh jahat yang masuk                                                                                   ke dalam kawanan babi dan kemudian lari terjun dari pinggir jurang ke dalam danau, lalu tenggelam.
Roh- roh jahat itu begitu ketakutan ketika melihat Tuhan Yesus datang. Roh – roh jahat itu sadar dengan siapa mereka berhadapan langsung pada waktu itu, sebuah kekuatan yang jauh lebih superior dibandingkan dengan mereka. Walaupun jumlah mereka banyak (‘legion’), tetapi tetap saja mereka tunduk  dan hormat kepada Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi.
Tidak seperti biasanya, pada waktu itu dalam sebuah kelas Studi Berea di gereja kami sang fasilitator memakai kisah ini dari sudut pandang yang berbeda. Ada sebuah penekanan yang menarik pada waktu itu. Penekanan itu ditujukan pada tindak lanjut langsung dari orang yang baru saja dibebaskan oleh Tuhan Yesus dari kuasa roh – roh jahat.
Apabila kita melihat ending dari kisah menakjubkan ini, maka dapat ditemukan banyak saksi beserta reaksinya. Berawal dari penjaga – penjaga babi, orang – orang lain yang juga menyaksikan langsung peristiwa itu,  serta para penduduk yang tinggal di daerah sekitarnya. Seperti yang dituliskan dalam ayat ke-17, Yesus justru diusir oleh penduduk Gerasa setelah mereka menemukan kebenaran dari kabar yang tersiar. Mereka malah merasa ketakutan ketika melihat secara langsung orang yang tadinya kerasukan roh – roh jahat itu sekarang duduk dan sudah berpakaian, bahkan pikirannya juga sudah waras.
Seorang saksi lain memberikan reaksi yang berbeda dan positif. Saksi itu adalah orang yang baru saja dibebaskan dari kerasukkan roh – roh jahat oleh Tuhan Yesus. Dengan segera dan tanpa berpikir panjang, orang itu langsung memutuskan untuk mengikuti Yesus yang hendak naik ke dalam perahu dan pergi. Sebuah respon yang positif dan menyatakan iman yang besar akan kasih dan kemurahan Tuhan Yesus dalam hidupnya.
Namun ternyata Tuhan Yesus punya rencana lain yang sangat bagus dan efektif. Akan sangat sulit bagi seorang Yahudi diterima di kalangan orang non Yahudi. Oleh karena itu Yesus memakai orang tersebut yang temasuk dalam golongan non Yahudi, untuk pulang dan memberitakan kebaikkan Tuhan Yesus atas hidupnya kepada orang - orang segolongannya. Dan kemudian “Orang itu pun pergi, dan mulai menceritakan di daerah Sepuluh Kota (Dekapolis) apa yang telah diperbuat Yesus kepadanya. Semua orang heran mendengarnya.” (Markus 5:20, BIS). Orang inilah  Misionaris pertama yang diutus oleh Tuhan Yesus ,dan kisah ini tercatat dalam kitab Injil Matius, Markus dan Lukas.

Pendoa Keliling

  Untuk kedua kalinya saya terkena penyakit demam berdarah. Waktu itu saya harus rawat inap di  Rumah Sakit Vincentius A. Paulo / RKZ selama 1 minggu lebih. Hanya terdapat  buku bacaan dan radio rumah sakit yang dapat membunuh kesepian saya. Ditengah perjuangan melawan rasa sakit akibat turunnya trombosit di dalam tubuh, saya selalu mengharapkan adanya penghiburan dari Tuhan.
 Tuhan mendengarkan doa saya. Dia memberikan teman – teman  seperjuangan dalam sebuah kamar kelas ekonomi di RKZ. Tuhan memakai pasien lainnya, suster penjaga dan beberapa teman – teman gereja untuk menunjukkan bahwa saya tidak berjuang seorang diri. Sebelah kiri saya terdapat opa Frans yang berusia 60 tahunan , korban tabrak lari ketika sedang bersepeda santai di pagi hari. Tulang pinggangnya patah, dan pergerakkannya menjadi sangat terbatas sehingga harus dibantu oleh orang lain. Tak henti – hentinya saya dibuat tertawa oleh opa Frans sepanjang hari.
Memasuki hari yang ke-5 , kondisi tubuh saya semakin melemah. Pada waktu itu saya selalu batuk - batuk dan mengeluarkan riak yang bercampur dengan darah beku. Setiap kali darah beku itu keluar, saya selalu merasa kesakitan. Sepanjang hari itu saya mengeluh dan marah dalam hati karena si dokter sedang tidak ada di tempat. Beliau sedang  mengikuti retret di gerejanya dan tidak dapat dihubungi. Suster jaga selalu berusaha memberikan penjelasan kepada saya dan memohon pengertian yang lebih pada waktu itu.
Penderitaan terbesar terjadi ketika tengah malam tiba. Hampir beberapa menit saya selalu batuk – batuk dan mengeluarkan darah beku. Sempat sesekali nafas menjadi sesak dan sulit untuk bernafas. Setiap beberapa menit saya selalu memencet tombol panggilan,  hingga akhirnya seorang suster jengkel dan meminta saya untuk bersabar karena dokter memang belum dapat dihubungi. “Bu Dokter, angkatlah teleponmu !” protes saya dalam hati.
“Ting…ting..ting..ting..tingggg “ , bunyi lonceng kecil itu membangunkan tidur nyenyak saya setelah beberapa kali berjuang untuk dapat beristirahat. Bunyi lonceng yang nyaring itu menandakan waktunya mandi dan bersiap diri menyambut cerahnya pagi hari. Lagi – lagi saya harus memakan bubur yang hambar dengan kuah yang agak berminyak itu. “Ah, lagi – lagi bubur berminyak. Kapan nih makan enaknya ?” kata saya dalam hati.
Untuk beberapa menit kemudian suasana Rumah Sakit semakin ramai dengan aktivitas para suster dan dokter yang berlalu - lalang. Saya kembali mengisi kekosongan waktu itu dengan membaca buku yang saya bawa. Saya selalu berharap bahwa Tuhan akan memberi sesuatu yang spesial di hari itu, dan Dia mendengarkan doa saya.
Siang hari, sekitar Pkl. 13.00 wib datang beberapa orang asing mengunjungi kami yang sedang beristirahat. Mereka adalah orang – orang gereja sebuah gereja karismatik yang mau mendoakan kami satu persatu, dan kemudian membagikan brosur kegiatan mereka. Hal yang sama dilakukan oleh sekelompok bapak – bapak yang juga mendoakan kami, serta share tentang kegiatan komunitas mereka di dalam Kristus. Sempat terlintas dalam pikiran saya:” Kapan ya anak – anak pemuda remaja gereja kami bisa melakukan pelayanan doa keliling seperti ini ?” Saat itu saya cukup terhibur dan merasakan nuansa kekeluargaan di dalam Yesus Kristus.
Selang beberapa menit kemudian muncul seorang opa usia sekitar 65 – 70 tahun , yang masuk dan melakukan hal yang sama, yaitu doa keliling. Semula saya sempat mengeluh, “Ah , didoakan lagi nih!”. Setelah melewati 2 orang pasien, maka tibalah giliran saya. Dengan nada yang lirih opa tersebut menanyakan 2 hal yang sangat mendasar, “ Namamu siapa? Sedang sakit apa ?” Ketika semua informasi didapatkan, maka si opa pun segera meraih kedua tangan saya dan mulai berdoa.
Semula terdengar suara opa yang begitu lembut mendoakan saya. Akan tetapi setelah itu terdengar suara yang agak bising di dekat saya. Kemudian karena penasaran saya pun membuka mata dan melihat sesuatu hal yang mengejutkan. Ternyata si opa terkena penyakit parkinson. Jadi suara bising itu berasal dari benturan arloji si opa dengan besi pegangan ranjang tempat saya berbaring. Tangan saya juga menjadi ikut bergoyang ketika didoakan. Setelah itu sayapun menutup mata saya kembali dan menikmati setiap kata dalam doa si opa. Air mata menetes sedikit demi sedikit. Saya merasa telah melihat Tuhan Yesus dalam diri opa ini. Saya serasa berjumpa langsung dengan Tuhan Yesus yang berkata : “ Jangan takut. Ini Aku. Kamu tidak berjuang sendirian.”
Setelah selesai mendoakan , si opa pun lanjut berjalan menuju ke pasien selanjutnya. Kemudian ada seorang pasien yang berkomentar kalau opa tersebut adalah tetangganya. Opa tersebut memang terkenal rajin untuk doa keliling di RKZ. Dia adalah seorang Katolik yang setia dalam melakukan pelayanan doa kepada orang sakit. Untuk menuju  ke RKZ, si opa pun harus berjalan kaki dari rumah yang tidak terlalu jauh lokasinya. “ Ya Tuhan, aku baru saja melihat Engkau di sini !” kagum saya dalam hati.

Klien Asuransi

Beberapa saat yang lalu kantor kami didatangi oleh seorang sales asuransi. Kehadirannya membuat kami cukup terganggu , khususnya saya. Sales asuransi ini adalah seorang wanita muda, berkulit putih , bertubuh pendek, berkacamata, dan memiliki ekspresi wajah yang selalu ceria. Hampir setiap hari sales tersebut datang untuk melakukan proses pendataan karyawan kantor kami yang hendak diasuransikan kesehatannya. Setiap bertemu orang baru, sales ini selalu meminta waktu untuk menawarkan produk asuransinya. Terkadang konsentrasi kami menjadi terganggu ketika mendengar suara kerasnya, sewaktu memprospek seseorang.
Suatu hari datang seorang klien kami yang hendak mengkonsultasikan proyeknya. Bapak ini berperawakan tinggi dan juga berkacamata. Raut wajah dan cara bicaranya mencerminkan seseorang yang sangat sopan dan sabar. Kedatangannya disambut hangat oleh seorang rekan kami di meja bundar besar, tempat kami biasanya berdiskusi.
Selang beberapa menit, datanglah si sales asuransi. Sejenak ia melihat kondisi di sekelilingnya dan kemudian duduk di dekat meja bundar tersebut. Waktu itu sang klien sedang duduk sendirian menunggu rekan kami yang masih memeriksakan sesuatu sesuai permintaan si bapak. Tanpa basa – basi sales asuransi tersebut mendekati si bapak dan menanyakan hal yang mendasar, “Bapak sudah punya asuransi kesehatan?”.
Anehnya bapak ini cukup asing dengan istilah asuransi, sehingga si sales pun harus menjelaskan sedikit mengenai apa itu asuransi. Beberapa menit kemudian sang bapak memotong begitu saja pembicaraan mereka. Bapak itu langsung berkata, “ Maaf saya tidak butuh asuransi, saya sudah punya Tuhan Yesus!” Cukup tegas sang bapak mengatakannya dan membuat sales itu mendadak terdiam seribu bahasa. Saya pun dengan beberapa karyawan lainnya ikut terdiam sejenak dan langsung menoleh ke arah mereka. “Siapa bapak ini ? Berani sekali berbicara seperti itu di depan umum. Benar – benar punya iman yang besar !” ujar saya dengan penasaran. Kemudian sales itu sedikit demi sedikit mengambil langkah mundur dan ijin untuk mengakhiri pembicaraan.
“Saya sudah punya Tuhan Yesus !”, kalimat ini terus terngiang – ngiang dalam pikiran saya pada waktu itu. Saya menjadi sedikit gelisah dan mempertanyakan , “ Bagaimana dengan saya ya? Saya termasuk seorang aktivis yang rajin beribadah, akan tetapi apakah saya punya iman sebesar Bapak ini? Hm…” Kemudian perhatian saya kembali tertuju kepada si bapak yang sedang bercerita tentang kisah anak kostnya. Dulu pemudi tersebut belum percaya kepada Tuhan Yesus dan berkeyakinan lain. Sebagai pemilik kost ,si bapak kemudian mulai memperkenalkan tentang Tuhan Yesus dan kehidupan bergereja. Membutuhkan waktu yang cukup lama memang, tapi sangat efektif. Dan baru – baru ini terdengar kabar bahwa pemudi tersebut telah menjadi aktivis di sebuah gereja. Sungguh luar biasa karya Tuhan Yesus melalui Bapak ini , yang telah menjadi saksi-Nya.


Selasa, 22 Februari 2011

GEREJA BUKAN GEDUNGNYA

MENDUA ? NO WAY ! Adalah sebuah tema yang diangkat oleh Derap Remaja dalam edisinya yang ke-29, pada minggu ke-2 di bulan Maret 2011. Tema ini berdasarkan kisah dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego (S-M-A) dalam kitab Daniel 3: 1-30. Masih ingatkah anda dengan kisah mereka dalam Alkitab ?


Kota Patria

Jalan Setapak Hotel Patria Garden


Sore itu langit di luar tampak gelap, dan udara di dalam mobil gereja semakin membuat tubuh ini bergetar. Hanya terdapat 3 orang penumpang saja dan seorang sopir di depan. Sambil menikmati perjalanan kami, saya pun berusaha menyusun kembali draft refleksi yang telah saya persiapkan sebelumnya. Langkah ini saya lakukan segera, setelah mengetahui bahwa sayalah yang nantinya akan menyampaikan firman sepenuhnya. Sebuah shock terapi yang justru membuat saya semakin detail dalam menggali materi refleksi yang telah saya persiapkan sebelumnya.

Sabtu, 12 Febuari 2011, kira – kira pkl.17.10 wib kami tiba di Blitar Kota Patria. Sebuah kota yang sangat kental dengan nuansa mayoritasnya. Kami telah memasuki kawasan Makam Bung Karno, tempat dimana gereja kami harus melayani untuk pertama kalinya di kota Blitar. Entah kenapa sampai saat ini kami masih penasaran dengan arti kata “Patria”. Dan kata itu kami temukan hampir di setiap jalan yang kami lalui. Apa artinya ya ???

Tempat pertama yang kami singgahi adalah Hotel Patria Garden , tempat kami menginap. Kedatangan kami disambut dengan sebuah gerbang yang kurang meyakinkan untuk sebuah hotel. Gerbang itu hanya berupa dinding tengah yang cukup tebal, yang memisahkan kedua buah jalur masuk ke dalam area hotel. Dan di bagian awal jalur masuk kami nampak nuansa perkampungan warga, hal ini semakin menambah keraguan kami akan definisi sebuah hotel. Dengan memajukan perjalanan kami beberapa meter ke depan, akhirnya ditemukanlah sebuah hotel dengan konsep terbuka seperti sekumpulan rumah singgah. Segera kami masuk ke dalam kamar untuk persiapan pribadi sebelum mengikuti Persekutuan Pemuda – Remaja GKI Sidoarjo Bajem Blitar.


Sekilas Bajem Blitar

Di tahun 2011 ini GKI Ngagel mempunyai misi untuk membantu GKI Sidoarjo dalam pengadaan pembicara untuk Persekutuan Pemuda – Remaja dan Kebaktian Umum Bajem Blitar, 1 bulan sekali. Selain pembicara, diharapkan juga adanya paduan suara / vocal group yang dapat membuat kebaktian umum Jemaat Bajem Blitar menjadi lebih hidup. Mereka adalah Jemaat yang setia di tengah perjuangan untuk mendapatkan ijin dan perlindungan beribadah dari Pemerintah Daerah setempat.

Ada cukup banyak traumatis dan kekecewaan yang dialami oleh panitia (= seperti Majelis Jemaat) beserta Jemaat Bajem Blitar sendiri. Dimulai dengan adanya perpecahan antar kelompok sehingga saling berebut Jemaat (mendirikan gereja yang baru), ketidakseriusan Gereja “pengasuh” terdahulunya , hingga insiden penutupan gereja pada waktu Natal 2010 kemarin oleh sekelompok preman golongan mayoritas.

Semula terdapat cukup banyak Jemaat untuk menjadikannya sebagai sebuah Bajem (Bakal Jemaat). Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini hanya tersisa sekitar 5 – 7 keluarga saja. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembicara / Pendeta pada waktu Kebaktian Umum dan Persekutuan Pemuda – Remajanya. Selama ini pembicara hanya berasal dari panitia Jemaat Bajem Blitar sendiri, sehingga menjadi monoton dan menimbulkan kebosanan bagi Jemaat. Tapi bagaimanapun, masih ditemukan domba – domba yang setia karena kemurahan Tuhan Yesus saja.


Kesetiaan Terkait Dengan Prinsip Hidup

“ Apakah ada yang masih ingat ceritanya Sadrakh, Mesakh dan Abednego ? Siapa mereka ? Apa hubungannya dengan Daniel ? Siapa Daniel itu ? “, beberapa pertanyaan awal yang saya lontarkan kepada Joshua, Vonda dan Vino pada waktu itu. Joshua hanya terdiam memandang saya, Vonda terlihat berpikir keras sambil menujukan pandangannya ke langit – langit atap, dan Vino dengan segera menggelengkan kepala sebagai tanda ketidaktahuannya.

Diantara 6 orang Pemuda – Remaja Bajem Blitar, hanya ada 3 orang saja yang hadir pada persekutan waktu itu. Persekutuan mereka harus dimulai lebih terlambat dari bisanya karena kedatangan kami yang terlambat. Joshua adalah anak remaja yang baru berada di kelas 1 SMP. Vonda adalah siswi kelas 2 SMA dan Vino (kakak Vonda) adalah salah satu mahasiswa di kota Malang. Bervariasi memang, tapi tidak menghalangi kami untuk bersekutu bersama.

Hananya, Misael, Azarya dan Beltsazar adalah pegawai istana Raja Nebukadnezar. Aspenas, kepala pegawai istana memberikan mereka nama lain, yaitu : Sadrakh (Hananya), Mesakh (Misael), Azarya (Abednego) dan Daniel (Beltsazar) (Daniel 1 : 3 – 7). Mereka dalam Alkitab diceritakan sebagai orang yang setia kepada Allah di tengah lingkungan sekitar yang menyembah allah lain. Kata kuncinya adalah “KESETIAAN”.

“ Ada yang tahu arti kata prinsip ? ” tanya saya selanjutnya. Pertanyaan ini seperti pedang bermata dua, selain untuk mereka juga untuk diri saya sendiri. Untung saja saya sudah mencari terlebih dahulu arti katanya, pada waktu berada di dalam mobil gereja. Menurut hasil googling dari HP saya waktu itu, kata prinsip berarti aturan umum yang dijadikan sebagai panduan perilaku. Berarti sudah sangat jelas bahwa sebagai anak Tuhan, prinsip hidup kita adalah firman Tuhan. Dan kami semuanya setuju bahwa prinsip hidup yang kami pegang selama ini seperti : kesuksesan, kepintaran, dan prinsip hidup duniawi lainnya, harus kami gantikan dengan firman Tuhan.

Ya, kesetiaan sangat terkait dengan prinsip hidup yang kita pegang. Begitu juga dengan Daniel dan kawan - kawan yang dapat setia kepada Allah karena mereka mempunyai prinsip untuk tidak menyembah allah lain selain Allah mereka ( Daniel 1:8 ,3:12). Inilah point pertama yang kami pelajari.


Kesetiaan Tidak Ditentukan Keadaan

Gereja di Jl. Ciliwung (Tempat Persekutuan Doa Pemuda Remaja Bajem Blitar)


Saya sempat ragu dan mencari – cari , ketika mobil gereja kami berhenti di depan rumah yang tampak seperti sebuah toko dengan pintu harmonikanya. Saya menjadi bertanya – tanya dalam hati : Sebenarnya kita ada dimana sekarang ? Kenapa mobilnya berhenti disini ? Kok tidak ada atap segitiganya ? Kok tidak ada salibnya ? Kok tidak ada pelang gerejanya ? Kita ada dimana ini ? Mana gerejanya ?......

“Loh Ton, ayo turun !” kata sopir kami. “Ya ini tempatnya” tambah Pendeta kami. Kami segera turun dan masuk lewat pintu samping. Kehadiran kami disambut hangat oleh Vonda dan Vino yang sudah siap untuk bersekutu bersama kami. Kemudian kami masuk ke dalam ruang ibadah yang cukup bagus. Terdapat salib yang cukup besar ditengah, dengan berlatarbelakangkan cat berwarna merah muda. Selain itu juga ada beberapa kursi gereja yang tertata rapi bersap 3 sebanyak 6 baris, kemudian ada sebuah organ dan peralatan ibadah lainnya.

Point kedua yang kami pelajari adalah kesetiaan tidak ditentukan oleh keadaan. Dan saya sangat terbantu oleh dialog antara S-M-A dengan raja Nebukadnezar dalam Daniel 3:16-18 waktu menjelaskan, khususnya ayat yang ke-18 : “ tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” Sungguh merupakan jawaban yang sangat luar biasa dari S-M-A. Kata “seandainya tidak” sebenarnya ingin mengatakan bahwa apapun kondisi yang mereka alami, mereka akan tetap setia. Mereka sangat mengenal Allahnya, dan memutuskan untuk tetap setia.

Kemudian saya mengajak mereka untuk membayangkan situasi pada waktu itu, dan sangat pas sekali apabila seandainya mereka dimisalkan satu persatu sebagai S-M-A. Sudah menjadi orang yang minoritas, kemudian harus dihukum bakar di perapian yang menyala – nyala karena punya prinsip hidup yang setia kepada Tuhan. Bahkan nyala apinya dibuat 7 x lebih panas dari biasanya (Daniel 3 :19). Apa kalian masih bisa tetap bertahan untuk setia ? Tangan kena api aja sudah panasnya minta ampun, apalagi dimasukkan ke dalam perapian yang apinya 7x lebih panas. Orang lain mungkin akan mengatakan kalian gila dan bodoh apabila masih tetap mau bertahan.

Secara tidak langsung dalam share mereka tercermin bahwa mereka telah memutuskan untuk tetap setia, apapun kondisinya. Bahkan kondisi seperti ini telah terdemonstrasikan secara langsung melalui peristiwa pengrusakan gereja mereka, oleh preman – preman berkedok agama dalam acara natal 2010. Saya langsung terdiam dan berkata dalam hati : “Gila bener, saya saja kalah dan tidak ada apa – apanya. Bila dibandingkan dengan mereka. Selalu mencari zona nyaman dalam pelayanan. Dan seandainya diperhadapkan dalam peristiwa yang sama, belum tentu saya akan setia.” .

Kesetiaan mereka telah terbukti dan tidak ditentukan oleh keadaan. Tidak hanya melalui peristiwa penutupan gereja saja, tetapi juga melalui komitmen mereka untuk hadir dalam persekutuan setiap minggunya. Berdasarkan info yang ada, sudah cukup lama jumlah kehadiran persekutuan mereka hanya 6 orang saja. Mungkin banyak orang yang mengatakan itu tidak mungkin dan mustahil, namun itulah yang terjadi. Mereka setia dan jauh lebih kelihatan mandiri dibandingkan dengan pemuda remaja gereja kami.


Kesetiaan Menghasilkan Kesaksian Hidup Tentang Allah

Ruang Kebaktian Umum Bajem Blitar (Hotel Patria Garden)


Sambil menikmati pecel khas Blitar yang enak itu dan secangkir teh hangat, kami ngobrol bersama panitia Bajem Blitar dari Sidoarjo. Obrolan tersebut cukup panjang, kira – kira setengah jam kurang. Semula saya sempat heran kenapa semua orang pada duduk - duduk santai dan ngobrol, padahal pkl. 08.00 wib Kebaktian Umum sudah dimulai. Ternyata tempat ibadah dengan lobi tempat kami ngobrol hanya dipisahkan beberapa langkah kaki saja. Cape deh…..

Pkl. 07.50 wib ruangan ibadah masih sangat sepi dan kami pun harus tetap masuk untuk melihat kondisi yang ada terlebih dahulu. Layaknya sebuah ruang pertemuan di sebuah hotel, ruang ibadah ini cukup nyaman. Walaupun tanpa AC sebagai sirkulasi udaranya, namun ruang ibadah ini sudah cukup nyaman menurut kami. Ya kurang lebih hampir samalah dengan suasana Kebaktian Remaja gereja kami.

Delapan menit selanjutnya baru terlihat beberapa Jemaat hadir, dan juga para panitia mulai menyiapkan keyboard dan peralatan ibadah seperti biasanya. Saya memutuskan untuk berperan sebagai penerima tamu. Dan saya sangat ingin sekali memberikan senyum terindah saya untuk mentransferkan semangat dan kasih dari Tuhan Yesus kepada Jemaat yang hadir.Senang sekali ketika melihat mereka tersenyum, sebagai balasan atas senyum yang saya berikan. Dan sama sekali tidak terlihat di wajah mereka ekspresi ketakutan dan kekuatiran untuk beribadah. Mereka seperti Jemaat gereja yang bersukacita karena masih ada kesempatan beribadah kepada Tuhan.

Kebaktian Umum GKI Sidoarjo Bajem Blitar, Minggu, 13 Febuari 2011 mengambil tema “Ketaatan Sejati” dan dilayani oleh Pendeta kami. Kebaktian ini terasa begitu kusyuk dan menggetarkan hati. Baru pertama kali saya menghadiri ibadah yang membuat diri saya merinding. Sangat terasa ungkapan syukur pada setiap pujian yang dinyanyian oleh seluruh Jemaat kepada Tuhan. Hanya diiringi alunan musik sederhana yang lebih mirip musik gregorian itu, kami dapat terbawa suasana.

Point ketiga yang berkata bahwa kesetiaan menghasilkan kesaksian hidup tentang Allah telah terbukti dalam kehidupan Jemaat Bajem Blitar. Dantampak disana Joshua, Vino dan Vonda yang juga beribadah bersama keluarganya masing – masing dengan penuh rasa syukur. Sama halnya yang terjadi dalam kehidupan raja Nebukadnezar, yang pada akhirnya mengakui “kehebatan” Allah yang disembah oleh Daniel dan S-M-A dalam Daniel 3:28-29, bahkan mereka mendapatkan jabatan yang lebih tinggi daripada sebelumnya.


Wisata Kuliner

Makam Bung Karno


Setelah meninggalkan “cabang Surabaya”, akhirnya kami menuju ke Ayam Bakar Bu Mamik yang agak sedikit jauh dari Alun – Alun kota Blitar untuk makan malam. Semula kami sempat kecewa karena warung pecel bu Bariah yang ada di depan Makam Bung Karno itu tutup. Dan kami harus menahan rasa lapar sejenak sepulang dari persekutuan.

Malam minggu kami habiskan bersama dalam Alun – Alun Kota Blitar, dan nampaknya ini adalah pusat aktivitas bagi mereka yang masih muda. Tidak ada Mall, tidak ada Bioskop, dan yang ada hanya Mini Market yang cukup banyak , serta Pasar Malam di Alun – Alun tersebut.

Keesokan harinya kami sempat “ziarah” ke Makam Bung Karno. Tanpa biaya karcis masuk, kami dapat segera menuju lokasi yang tidak terlalu spesial menurut saya. Namun setidaknya saya dapat melihat sebuah realita, bahwa di dalam makam tersebut terdapat jenazah mantan Presiden Indonesia yang sangat dekat dengan rakyatnya. Siapapun dapat sewaktu – waktu datang berziarah untuk mengenang pembesar tersebut. Sangat jarang sekali dijumpai pembesar yang demikian di masa – masa sekarang ini, khusunya di tanah tercinta Indonesia.



Dari kesemuanya ini saya menjadi sadar bahwa ternyata bahan refleksi ini Tuhan tujukan untuk saya sendiri. Kesetiaan dalam pelayanan yang selama ini saya bangga – banggakan, ternyata tidak ada apa – apanya apabila dibandingkan dengan apa yang mereka alami. Dan apabila suatu saat nanti saya harus mengalami kondisi yang sama, saya sangat rindu untuk tetap setia mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya.

Gereja bukan gedungnya, namun lebih merupakan orang – orang yang ada di dalamnya. Pernyataan ini semakin saya mengerti lewat kemurahan Tuhan atas kehidupan Jemaat Bajem Blitar. Bukan gedung yang membuat mereka dinamakan sebagai sebuah Gereja, namun karena orang – orang setia yang ada di dalamnya. Sama halnya seperti Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang setia kepada Tuhan. Berharap juga ada pemuda-remaja lain yang terbeban atas kondisi mereka untuk kedepannya. Segala Kemuliaan hanya bagi Tuhan saja.



“Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya , setia.” (Ibrani 10 : 21)