Selasa, 22 Februari 2011

GEREJA BUKAN GEDUNGNYA

MENDUA ? NO WAY ! Adalah sebuah tema yang diangkat oleh Derap Remaja dalam edisinya yang ke-29, pada minggu ke-2 di bulan Maret 2011. Tema ini berdasarkan kisah dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego (S-M-A) dalam kitab Daniel 3: 1-30. Masih ingatkah anda dengan kisah mereka dalam Alkitab ?


Kota Patria

Jalan Setapak Hotel Patria Garden


Sore itu langit di luar tampak gelap, dan udara di dalam mobil gereja semakin membuat tubuh ini bergetar. Hanya terdapat 3 orang penumpang saja dan seorang sopir di depan. Sambil menikmati perjalanan kami, saya pun berusaha menyusun kembali draft refleksi yang telah saya persiapkan sebelumnya. Langkah ini saya lakukan segera, setelah mengetahui bahwa sayalah yang nantinya akan menyampaikan firman sepenuhnya. Sebuah shock terapi yang justru membuat saya semakin detail dalam menggali materi refleksi yang telah saya persiapkan sebelumnya.

Sabtu, 12 Febuari 2011, kira – kira pkl.17.10 wib kami tiba di Blitar Kota Patria. Sebuah kota yang sangat kental dengan nuansa mayoritasnya. Kami telah memasuki kawasan Makam Bung Karno, tempat dimana gereja kami harus melayani untuk pertama kalinya di kota Blitar. Entah kenapa sampai saat ini kami masih penasaran dengan arti kata “Patria”. Dan kata itu kami temukan hampir di setiap jalan yang kami lalui. Apa artinya ya ???

Tempat pertama yang kami singgahi adalah Hotel Patria Garden , tempat kami menginap. Kedatangan kami disambut dengan sebuah gerbang yang kurang meyakinkan untuk sebuah hotel. Gerbang itu hanya berupa dinding tengah yang cukup tebal, yang memisahkan kedua buah jalur masuk ke dalam area hotel. Dan di bagian awal jalur masuk kami nampak nuansa perkampungan warga, hal ini semakin menambah keraguan kami akan definisi sebuah hotel. Dengan memajukan perjalanan kami beberapa meter ke depan, akhirnya ditemukanlah sebuah hotel dengan konsep terbuka seperti sekumpulan rumah singgah. Segera kami masuk ke dalam kamar untuk persiapan pribadi sebelum mengikuti Persekutuan Pemuda – Remaja GKI Sidoarjo Bajem Blitar.


Sekilas Bajem Blitar

Di tahun 2011 ini GKI Ngagel mempunyai misi untuk membantu GKI Sidoarjo dalam pengadaan pembicara untuk Persekutuan Pemuda – Remaja dan Kebaktian Umum Bajem Blitar, 1 bulan sekali. Selain pembicara, diharapkan juga adanya paduan suara / vocal group yang dapat membuat kebaktian umum Jemaat Bajem Blitar menjadi lebih hidup. Mereka adalah Jemaat yang setia di tengah perjuangan untuk mendapatkan ijin dan perlindungan beribadah dari Pemerintah Daerah setempat.

Ada cukup banyak traumatis dan kekecewaan yang dialami oleh panitia (= seperti Majelis Jemaat) beserta Jemaat Bajem Blitar sendiri. Dimulai dengan adanya perpecahan antar kelompok sehingga saling berebut Jemaat (mendirikan gereja yang baru), ketidakseriusan Gereja “pengasuh” terdahulunya , hingga insiden penutupan gereja pada waktu Natal 2010 kemarin oleh sekelompok preman golongan mayoritas.

Semula terdapat cukup banyak Jemaat untuk menjadikannya sebagai sebuah Bajem (Bakal Jemaat). Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini hanya tersisa sekitar 5 – 7 keluarga saja. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembicara / Pendeta pada waktu Kebaktian Umum dan Persekutuan Pemuda – Remajanya. Selama ini pembicara hanya berasal dari panitia Jemaat Bajem Blitar sendiri, sehingga menjadi monoton dan menimbulkan kebosanan bagi Jemaat. Tapi bagaimanapun, masih ditemukan domba – domba yang setia karena kemurahan Tuhan Yesus saja.


Kesetiaan Terkait Dengan Prinsip Hidup

“ Apakah ada yang masih ingat ceritanya Sadrakh, Mesakh dan Abednego ? Siapa mereka ? Apa hubungannya dengan Daniel ? Siapa Daniel itu ? “, beberapa pertanyaan awal yang saya lontarkan kepada Joshua, Vonda dan Vino pada waktu itu. Joshua hanya terdiam memandang saya, Vonda terlihat berpikir keras sambil menujukan pandangannya ke langit – langit atap, dan Vino dengan segera menggelengkan kepala sebagai tanda ketidaktahuannya.

Diantara 6 orang Pemuda – Remaja Bajem Blitar, hanya ada 3 orang saja yang hadir pada persekutan waktu itu. Persekutuan mereka harus dimulai lebih terlambat dari bisanya karena kedatangan kami yang terlambat. Joshua adalah anak remaja yang baru berada di kelas 1 SMP. Vonda adalah siswi kelas 2 SMA dan Vino (kakak Vonda) adalah salah satu mahasiswa di kota Malang. Bervariasi memang, tapi tidak menghalangi kami untuk bersekutu bersama.

Hananya, Misael, Azarya dan Beltsazar adalah pegawai istana Raja Nebukadnezar. Aspenas, kepala pegawai istana memberikan mereka nama lain, yaitu : Sadrakh (Hananya), Mesakh (Misael), Azarya (Abednego) dan Daniel (Beltsazar) (Daniel 1 : 3 – 7). Mereka dalam Alkitab diceritakan sebagai orang yang setia kepada Allah di tengah lingkungan sekitar yang menyembah allah lain. Kata kuncinya adalah “KESETIAAN”.

“ Ada yang tahu arti kata prinsip ? ” tanya saya selanjutnya. Pertanyaan ini seperti pedang bermata dua, selain untuk mereka juga untuk diri saya sendiri. Untung saja saya sudah mencari terlebih dahulu arti katanya, pada waktu berada di dalam mobil gereja. Menurut hasil googling dari HP saya waktu itu, kata prinsip berarti aturan umum yang dijadikan sebagai panduan perilaku. Berarti sudah sangat jelas bahwa sebagai anak Tuhan, prinsip hidup kita adalah firman Tuhan. Dan kami semuanya setuju bahwa prinsip hidup yang kami pegang selama ini seperti : kesuksesan, kepintaran, dan prinsip hidup duniawi lainnya, harus kami gantikan dengan firman Tuhan.

Ya, kesetiaan sangat terkait dengan prinsip hidup yang kita pegang. Begitu juga dengan Daniel dan kawan - kawan yang dapat setia kepada Allah karena mereka mempunyai prinsip untuk tidak menyembah allah lain selain Allah mereka ( Daniel 1:8 ,3:12). Inilah point pertama yang kami pelajari.


Kesetiaan Tidak Ditentukan Keadaan

Gereja di Jl. Ciliwung (Tempat Persekutuan Doa Pemuda Remaja Bajem Blitar)


Saya sempat ragu dan mencari – cari , ketika mobil gereja kami berhenti di depan rumah yang tampak seperti sebuah toko dengan pintu harmonikanya. Saya menjadi bertanya – tanya dalam hati : Sebenarnya kita ada dimana sekarang ? Kenapa mobilnya berhenti disini ? Kok tidak ada atap segitiganya ? Kok tidak ada salibnya ? Kok tidak ada pelang gerejanya ? Kita ada dimana ini ? Mana gerejanya ?......

“Loh Ton, ayo turun !” kata sopir kami. “Ya ini tempatnya” tambah Pendeta kami. Kami segera turun dan masuk lewat pintu samping. Kehadiran kami disambut hangat oleh Vonda dan Vino yang sudah siap untuk bersekutu bersama kami. Kemudian kami masuk ke dalam ruang ibadah yang cukup bagus. Terdapat salib yang cukup besar ditengah, dengan berlatarbelakangkan cat berwarna merah muda. Selain itu juga ada beberapa kursi gereja yang tertata rapi bersap 3 sebanyak 6 baris, kemudian ada sebuah organ dan peralatan ibadah lainnya.

Point kedua yang kami pelajari adalah kesetiaan tidak ditentukan oleh keadaan. Dan saya sangat terbantu oleh dialog antara S-M-A dengan raja Nebukadnezar dalam Daniel 3:16-18 waktu menjelaskan, khususnya ayat yang ke-18 : “ tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” Sungguh merupakan jawaban yang sangat luar biasa dari S-M-A. Kata “seandainya tidak” sebenarnya ingin mengatakan bahwa apapun kondisi yang mereka alami, mereka akan tetap setia. Mereka sangat mengenal Allahnya, dan memutuskan untuk tetap setia.

Kemudian saya mengajak mereka untuk membayangkan situasi pada waktu itu, dan sangat pas sekali apabila seandainya mereka dimisalkan satu persatu sebagai S-M-A. Sudah menjadi orang yang minoritas, kemudian harus dihukum bakar di perapian yang menyala – nyala karena punya prinsip hidup yang setia kepada Tuhan. Bahkan nyala apinya dibuat 7 x lebih panas dari biasanya (Daniel 3 :19). Apa kalian masih bisa tetap bertahan untuk setia ? Tangan kena api aja sudah panasnya minta ampun, apalagi dimasukkan ke dalam perapian yang apinya 7x lebih panas. Orang lain mungkin akan mengatakan kalian gila dan bodoh apabila masih tetap mau bertahan.

Secara tidak langsung dalam share mereka tercermin bahwa mereka telah memutuskan untuk tetap setia, apapun kondisinya. Bahkan kondisi seperti ini telah terdemonstrasikan secara langsung melalui peristiwa pengrusakan gereja mereka, oleh preman – preman berkedok agama dalam acara natal 2010. Saya langsung terdiam dan berkata dalam hati : “Gila bener, saya saja kalah dan tidak ada apa – apanya. Bila dibandingkan dengan mereka. Selalu mencari zona nyaman dalam pelayanan. Dan seandainya diperhadapkan dalam peristiwa yang sama, belum tentu saya akan setia.” .

Kesetiaan mereka telah terbukti dan tidak ditentukan oleh keadaan. Tidak hanya melalui peristiwa penutupan gereja saja, tetapi juga melalui komitmen mereka untuk hadir dalam persekutuan setiap minggunya. Berdasarkan info yang ada, sudah cukup lama jumlah kehadiran persekutuan mereka hanya 6 orang saja. Mungkin banyak orang yang mengatakan itu tidak mungkin dan mustahil, namun itulah yang terjadi. Mereka setia dan jauh lebih kelihatan mandiri dibandingkan dengan pemuda remaja gereja kami.


Kesetiaan Menghasilkan Kesaksian Hidup Tentang Allah

Ruang Kebaktian Umum Bajem Blitar (Hotel Patria Garden)


Sambil menikmati pecel khas Blitar yang enak itu dan secangkir teh hangat, kami ngobrol bersama panitia Bajem Blitar dari Sidoarjo. Obrolan tersebut cukup panjang, kira – kira setengah jam kurang. Semula saya sempat heran kenapa semua orang pada duduk - duduk santai dan ngobrol, padahal pkl. 08.00 wib Kebaktian Umum sudah dimulai. Ternyata tempat ibadah dengan lobi tempat kami ngobrol hanya dipisahkan beberapa langkah kaki saja. Cape deh…..

Pkl. 07.50 wib ruangan ibadah masih sangat sepi dan kami pun harus tetap masuk untuk melihat kondisi yang ada terlebih dahulu. Layaknya sebuah ruang pertemuan di sebuah hotel, ruang ibadah ini cukup nyaman. Walaupun tanpa AC sebagai sirkulasi udaranya, namun ruang ibadah ini sudah cukup nyaman menurut kami. Ya kurang lebih hampir samalah dengan suasana Kebaktian Remaja gereja kami.

Delapan menit selanjutnya baru terlihat beberapa Jemaat hadir, dan juga para panitia mulai menyiapkan keyboard dan peralatan ibadah seperti biasanya. Saya memutuskan untuk berperan sebagai penerima tamu. Dan saya sangat ingin sekali memberikan senyum terindah saya untuk mentransferkan semangat dan kasih dari Tuhan Yesus kepada Jemaat yang hadir.Senang sekali ketika melihat mereka tersenyum, sebagai balasan atas senyum yang saya berikan. Dan sama sekali tidak terlihat di wajah mereka ekspresi ketakutan dan kekuatiran untuk beribadah. Mereka seperti Jemaat gereja yang bersukacita karena masih ada kesempatan beribadah kepada Tuhan.

Kebaktian Umum GKI Sidoarjo Bajem Blitar, Minggu, 13 Febuari 2011 mengambil tema “Ketaatan Sejati” dan dilayani oleh Pendeta kami. Kebaktian ini terasa begitu kusyuk dan menggetarkan hati. Baru pertama kali saya menghadiri ibadah yang membuat diri saya merinding. Sangat terasa ungkapan syukur pada setiap pujian yang dinyanyian oleh seluruh Jemaat kepada Tuhan. Hanya diiringi alunan musik sederhana yang lebih mirip musik gregorian itu, kami dapat terbawa suasana.

Point ketiga yang berkata bahwa kesetiaan menghasilkan kesaksian hidup tentang Allah telah terbukti dalam kehidupan Jemaat Bajem Blitar. Dantampak disana Joshua, Vino dan Vonda yang juga beribadah bersama keluarganya masing – masing dengan penuh rasa syukur. Sama halnya yang terjadi dalam kehidupan raja Nebukadnezar, yang pada akhirnya mengakui “kehebatan” Allah yang disembah oleh Daniel dan S-M-A dalam Daniel 3:28-29, bahkan mereka mendapatkan jabatan yang lebih tinggi daripada sebelumnya.


Wisata Kuliner

Makam Bung Karno


Setelah meninggalkan “cabang Surabaya”, akhirnya kami menuju ke Ayam Bakar Bu Mamik yang agak sedikit jauh dari Alun – Alun kota Blitar untuk makan malam. Semula kami sempat kecewa karena warung pecel bu Bariah yang ada di depan Makam Bung Karno itu tutup. Dan kami harus menahan rasa lapar sejenak sepulang dari persekutuan.

Malam minggu kami habiskan bersama dalam Alun – Alun Kota Blitar, dan nampaknya ini adalah pusat aktivitas bagi mereka yang masih muda. Tidak ada Mall, tidak ada Bioskop, dan yang ada hanya Mini Market yang cukup banyak , serta Pasar Malam di Alun – Alun tersebut.

Keesokan harinya kami sempat “ziarah” ke Makam Bung Karno. Tanpa biaya karcis masuk, kami dapat segera menuju lokasi yang tidak terlalu spesial menurut saya. Namun setidaknya saya dapat melihat sebuah realita, bahwa di dalam makam tersebut terdapat jenazah mantan Presiden Indonesia yang sangat dekat dengan rakyatnya. Siapapun dapat sewaktu – waktu datang berziarah untuk mengenang pembesar tersebut. Sangat jarang sekali dijumpai pembesar yang demikian di masa – masa sekarang ini, khusunya di tanah tercinta Indonesia.



Dari kesemuanya ini saya menjadi sadar bahwa ternyata bahan refleksi ini Tuhan tujukan untuk saya sendiri. Kesetiaan dalam pelayanan yang selama ini saya bangga – banggakan, ternyata tidak ada apa – apanya apabila dibandingkan dengan apa yang mereka alami. Dan apabila suatu saat nanti saya harus mengalami kondisi yang sama, saya sangat rindu untuk tetap setia mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya.

Gereja bukan gedungnya, namun lebih merupakan orang – orang yang ada di dalamnya. Pernyataan ini semakin saya mengerti lewat kemurahan Tuhan atas kehidupan Jemaat Bajem Blitar. Bukan gedung yang membuat mereka dinamakan sebagai sebuah Gereja, namun karena orang – orang setia yang ada di dalamnya. Sama halnya seperti Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang setia kepada Tuhan. Berharap juga ada pemuda-remaja lain yang terbeban atas kondisi mereka untuk kedepannya. Segala Kemuliaan hanya bagi Tuhan saja.



“Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya , setia.” (Ibrani 10 : 21)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar