Rabu, 04 Agustus 2010

Sia – Siakah Pelayanan Kita ?

Kesia – siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia – siaan belaka, segala sesuatu adalah sia – sia “ ( Pengkhotbah 1 : 2 )"… yah..kalimat itu terdapat pada salah satu ayat yang saya bacakan bersama jemaat di ibadah pemuda pada minggu kemarin. Sungguh sangat sulit untuk mengekspresikan perikop tersebut. Bagaimana tidak, segala sesuatu nampak sia – sia belaka. Pekerjaan kita, pelayanan kita, atau bahkan hidup kita seakan – akan seperti usaha menjaring angin saja, kata Pengkhotbah.

Semula saya jadi berpikir, kenapa Si Pengkhotbah mengatakan semuanya itu sia – sia. Lalu untuk apa kita hidup di dunia ini, melakukan ini dan itu. Apakah semuanya itu sia – sia ? Bukankah semua yang kita lakukan ini ada tujuannya, dan dimana letak kesia - siaannya ?

Semua pertanyaan itu cukup terjawab melalui khotbah yang disampaikan oleh Bapak Pendeta pada waktu itu. Beliau mengatakan dengan cukup jelas bahwa pada dasarnya semua yang kita lakukan itu tidaklah sia – sia, asalkan kita melakukannya tidak untuk diri kita sendiri melainkan untuk Tuhan. Mendengar pernyataan tersebut, saya jadi berefleksi sejenak. Saya jadi melihat kembali pelayanan saya selama ini. Apakah semuanya itu sia – sia ?


PIC ( Peace in Christ)


Saya ingat beberapa tahun yang lalu ketika bertugas menjadi MC dalam sebuah Persekutuan Pra Remaja / PIC, saya melakukan sebuah kesalahan yang tidak pernah saya sadari sebelumnya. Seorang rekan pembimbing menegur saya karena mengucapkan kalimat yang salah dalam doa pembuka saya. Saya meminta kepada Tuhan untuk membuat anak – anak pra remaja yang nakal – nakal itu berubah. Menjadi anak Tuhan yang baik dan tau sopan santun di mana mereka berada, saat itu juga. Dan secara tidak langsung semuanya itu tercermin dalam doa saya.

Memang menjadi sebuah pergumulan khusus ketika harus bertugas memimpin kelompok kecil di hari minggu pada waktu itu. Kami cukup kewalahan mengatur mereka yang tidak pernah diam dan menghargai kakak – kakak pembimbing yang sedang berbicara. Ya, saya adalah salah satu dari ke-5 kakak pembimbing yang cukup frustasi menghadapi mereka. Sempat saya curhat sama Tuhan dalam hati : “ Tuhan kayaknya percuma deh mengajar anak – anak ini. Sudah nakal – nakal, nda bisa dikasih tau, tambah lama tambah kurang ajar saja. Kayaknya nda ada harapan buat mereka berubah..”. Perkataan itu seakan – akan menjadi sebuah kesimpulan pribadi, ketika telah berproses dengan mereka selama 1 bulan tanpa melihat perubahan sikap yang signifikan.

Namun syukur, Tuhan telah mengingatkan saya akan peristiwa yang cukup mengagetkan pada waktu itu di lapangan badminton dekat gereja. Perbincangan kami berlangsung selama 2 jam lebih. Si anak remaja (anak yang berbeda) menanyakan tentang kepastian kes’lamatannya sesudah meninggal nantinya. Semuanya itu terinspirasi oleh munculnya film 2012 pada waktu itu. Tapi saya yakin saat itu Tuhan ingin mengikutsertakan saya dalam kesekian bagian proses pembentukanNya terhadap si anak remaja.

Tahukah anda siapa si anak remaja tersebut ? Dia adalah salah satu anak pra remaja bimbingan kami di Ngagel , atau lebih tepatnya kepala suku bagi anak – anak pra remaja yang nakal di PIC angkatan sebelumnya. Dan ketika saya menceritakan semuanya itu kepada beberapa rekan pembimbing PIC , mereka menjadi terkaget - kaget dan sangat bersyukur atas perubahan drastis yang terjadi pada si anak remaja itu. Apakah semunya itu sia – sia ?


BERAWAL DARI DOA

(Alm) Silvia. Ya..mungkin beberapa jemaat Ngagel, khususnya rekan – rekan pemuda sempat dilibatkan dalam proses pemulihannya sebelum meninggal. Silvia pada waktu itu adalah penderita tumor otak sebuah Rumah Sakit di Surabaya. Jauh – jauh datang dari Jember hanya untuk berobat dari penyakit yang dideritanya, setelah jatuh karena dijambret beberapa waktu silam.

Di saat yang tidak terduga, kemudian Silvia bertemu dengan Ibu Pendeta kami. Dan melalui proses yang cukup singkat, akhirnya Silvia mau didoakan dan kemudian minta dibaptis secara kristiani. Walaupun kedua orang tuanya belum percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat.

Singkat kata akhirnya kamipun jadi terlibat dalam pelayanan visitasi ke Rumah Sakit, tempat Silvia dirawat. Entah apa yang telah membuat kami para pemuda ini menjadi begitu tertarik dengan pelayanan doa tersebut. Mungkin dikarenakan kehadiran seorang mahasiswa praktek pada waktu itu, yang senantiasa mengajarkan pentingnya kehidupan doa kepada kami. Kami diajak untuk ikut doa pagi setiap harinya, serta mengadakan persekutuan doa pagi untuk pemuda remaja di hari sabtu.

Dalam pelayanan visitasi kami, ada beberapa hal baru yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Sembari memberikan kata – kata yang menguatkan, kami juga berusaha mengajarkan sebuah lagu rohani yang cukup mudah untuk diikuti. “Mampirlah Dengar Doaku “, sebuah lagu yang mungkin dianggap remeh oleh beberapa jemaat pada waktu dinyanyikan di gereja. Ketika diajak bersama - sama menyanyikan lagu tersebut, saya melihat sit ante (sebut saja tante Kristin) , ibu dari Silvia juga secara perlahan ikut bernyanyi bersama kami. Saya merasakan ada kuasa dalam pujian tersebut, dan kamipun larut di dalamnya.

Ada waktunya bersuka dan ada waktunya berduka. Beberapa minggu setelah visitasi kami yang pertama, terdengar kabar gembira akan keberhasilan operasi Silvia. Saya bersama rekan pemuda lainnya menjadi sangat bersyukur, karena Tuhan telah mendengarkan doa kami.

Namun ternyata Tuhan punya rencana yang lain. Beberapa saat setelah keberhasilan operasi tersebut, terdengar kabar yang tak kalah mengejutkannya. Silvia, pemudi yang berusia 20 tahunan itu meninggal dunia di pagi hari. SMS pertama yang saya terima membuat saya kaget dan spontan bertanya kepada Tuhan : “Kenapa ?” Bukankah dia telah memutuskan percaya dan mau mengikut Engkau, Tuhan ? “ Secara tidak sadar saya telah mempertanyakan keadilan Tuhan atas hidup ciptaanNya, sebagai wujud kekecewaan saya pada waktu itu. Semuanya itu seakan- akan membuat pelayanan doa kami sia – sia belaka. Akan tetapi melalui peristiwa tersebut, justru saya menjadi sadar bahwa Tuhan itu baik. Karena kebaikkanNya itu saya masih diberi kesempatan hidup di dunia ini.

2 minggu setelah proses kremasi (Alm) Silvia, saya mendapatkan sms ayat dari seseorang yang ternyata adalah ibu dari (Alm) Silvia sendiri. Di tengah kesepiannya itu, tante Kristin mulai memikirkan tentang Tuhan. Tante kristin bercerita via sms, kalau beliau sangat terharu dan terhibur akan kehadiran kami dan beberapa jemaat pada waktu itu di kamar jenazah Rumah Sakit. Beliau sangat terkesan akan kepeduliaan anak – anak Tuhan mulai dari pembiayaan operasi hingga pada waktu proses kremasi (Alm) Silvia berlangsung. Bahkan ada beberapa jemaat yang masih sering memberikan perhatian setelah beliau kembali ke Jember. Dan taukah kawan, bahwa sekarang tante Kristin sudah mulai mau pergi beribadah ke gereja setiap minggunya. Dan berniat mengikuti pelayanan di sana. Apakah semuanya itu sia – sia ?

Sempat beberapa kali saya merasa jenuh dalam pelayanan. Semuanya terasa datar, tanpa hasil yang jelas dalam jangka waktu yang dekat. Dan kemudian mulai undur dan bertanya kepada Tuhan : “Apa yang salah dengan pelayanan saya ?”

Namun syukur kepada Tuhan, karena Dia telah menunjukkan banyak hal kepada saya inti sebuah pelayanan yang sejati. Bukan hasil tetapi proses, karena hasil lebih merupakan karya dari Roh Kudus. Terkadang kita menabur benih sekarang dan baru akan memanennya beberapa tahun mendatang. Atau bahkan yang akan memanen hasil tuain kita adalah orang lain. Siapa yang dapat mengetahuinya ?

Ada yang menabur, ada yang menggarap dan ada yang memanennya. Dimanakah peranan kita? Biarlah Tuhan yang menentukan. Yang pasti dimana peranan kita berada, di situ kita harus memberikan yang terbaik. Karena apapun yang kita lakukan untuk Tuhan, pastilah tidak akan sia – sia. Semuanya dipakai Tuhan hanya untuk 1 tujuan, yaitu memuliakan namaNya! Semangat bagi yang mulai jenuh dengan pelayanannya ……..(niuz)


Karena itu, saudara – saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan ! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia – sia.

(1 Korintus 15 : 58)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar